Set in a futuristic dystopia where society is divided into five factions that each represent a different virtue, teenagers have to decide if they want to stay in their faction or switch to another - for the rest of their lives. Tris Prior makes a choice that surprises everyone. Then Tris and her fellow faction-members have to live through a highly competitive initiation process to live out the choice they have made. They must undergo extreme physical and intense psychological tests, that transform them all. But Tris has a secret that she is Divergent, which means she doesn't fit into any one group. If anyone knew, it would mean a certain death. As she discovers a growing conflict that threatens to unravel her seemingly perfect society, this secret might help her save the people she loves... or it might destroy her
Ah, another YA (
Young Adults) adaptation dengan plot yang meski banyak punya eksplorasi beda, tapi secara keseluruhan bisa dibilang generik dalam genre-nya. Mirip seperti ‘
The Hunger Games’, at least, dalam struktur adaptasi novel, ‘
Divergent’ yang diangkat novel series karya Veronica Roth ini lagi-lagi adalah kisah pendewasaan seorang gadis yang harus memilih jalannya di sebuah dystopian future. Tapi tentu saja, dalam demand pasar terhadap trend-nya, produk-produk seperti ini bukan harus selalu berakhir sebagai pengikut.
Jauh melebihi subtext atau detil-detil lain yang bakal diributkan fans ataupun kritikus, faktor terpentingnya tetaplah bagaimana mereka membangun entertaining values sebagai sebuah tontonan lewat penggarapan keseluruhan dan penempatan cast-nya. Dalam hal ini, pemilihan sutradara Neil Burger dari ‘
Limitless’ dan ‘
The Illusionist’ tentu kelihatan sangat pas. Dua film itu sudah menunjukkan bahwa Burger akan mampu menggarap YA science fantasy seperti ini. Cast-nya pun cukup menarik, memuat bongkar pasang
Shailene Woodley dengan pasangan main di film-filmnya yang lain, Ansel Elgort dari ‘
The Fault In Our Stars’ dan Miles Teller dari ‘
Spectacular Now’ plus bintang-bintang muda lain yang tengah naik daun,
Zoe Kravitz dan
Jai Courtney bersama aktor-aktor lebih senior dari
Maggie Q,
Tony Goldwyn,
Ashley Judd sampai
Kate Winslet.
In Chicago’s dystopian future, mewakili sifat manusia, masyarakatnya terbagi dalam lima faksi yang ditentukan lewat pilihan saat mereka beranjak dewasa. Abnegation yang selalu menolong orang lain, Amity yang bekerja di ladang-ladang selayaknya petani, Candor yang memegang teguh kejujuran, Erudite ; kelompok orang-orang pintar dan Dauntless ; orang-orang berani yang melindungi kota. Berbeda dengan kakaknya, Caleb
(Ansel Elgort) yang memilih
Erudite, Beatrice ‘Tris’ Prior (
Shailene Woodley) yang dibesarkan sebagai
Abnegation oleh ayah ibunya, Andrew dan Natalie (
Tony Goldwyn –
Ashley Judd) memilih masuk ke faksi Dauntless walaupun Tori (
Maggie Q) menyembunyikan kelainan Tris sebagai seorang divergent , memiliki lebih dari satu kesesuaian sifat yang dianggap sebagai ancaman. Tris pun segera memulai inisiasinya di bawah bimbingan instruktur Dauntless, Four (
Theo James) yang bersimpati padanya, namun sebuah rencana jahat oleh Erudite dan pimpinannya, Jeanine (
Kate Winslet), seketika menempatkan keluarga Tris termasuk keberadaannya sebagai seorang divergent menjadi target.
Walau masih bermain-main di wilayah konflik serta penggambaran masa depan yang serba mirip dengan sebagian source
YA lain, premis ‘
Divergent’ memang tetap menarik. Membenturkan human and society nature di tengah paradoks-paradoks politik, coming of age story dan pencarian jatidiri untuk membangun konflik-konfliknya, lengkap dengan sempalan lovestory, friendship dan family sebagai elemen-elemen wajib genre sejenis, ‘
Divergent’ seharusnya bisa menjadi pembuka instalmen dalam rencana franchise jagoan baru Summit pasca ‘
Twilight’. Desain produksinya, dari bangunan set hingga kostum juga punya detil-detil yang sangat lumayan buat menekankan rencana itu.
Sayangnya naskah yang ditulis oleh Evan Daugherty (‘
Snow White and The Huntsman’, ‘
Killing Season’ and the upcoming ‘
Teenage Mutant Ninja Turtles’) dan Vanessa Taylor (‘
Hope Springs’) tergolong lemah. Introduksi pengenalan universe dan karakter intinya cukup rapi, tapi sama sekali tak mampu membangun subtext yang kuat sebagai fondasi penceritaan yang paling tidak bisa sedalam ‘
The Hunger Games’. Lantas semakin ke belakang karakterisasi tokoh-tokohnya malah dipenuhi inkonsistensi yang cukup mengganggu. Terlalu banyak berfokus ke interaksi para Dauntless di tahapan-tahapan training yang meski mungkin diperlukan buat memberi jalan pada Neil Burger menggelar adegan-adegan aksi lumayan seru, tapi sedikit melebar kelewat panjang hingga menyampingkan karakter-karakter lain yang seharusnya cukup penting, turnover mereka pun kerap jadi terasa kedodoran dan semakin parah menuju klimaks saat beberapa karakter tadi dieliminasi satu-persatu.
Para pendukungnya juga tak bekerja kelewat banyak memberi penekanan penting di karakter mereka. Baik
Zoe Kravitz, Ansel Elgort, Maggie Q, Tony Goldwyn, Ashley Judd dan
Kate Winslet tak mendapat kesempatan lebih, sementara
Theo James yang presence-nya cukup bagus jadi kelihatan tak konsisten akibat skripnya.
Jai Courtney lagi-lagi hanya kebagian peran serba keras dan
Miles Teller, seperti biasa, selalu lebih terasa annoying ketimbang convincing dengan tampang tak seriusnya, itupun dengan turnover karakterisasi paling parah disini.
But however, sulit untuk menampik performa kuat Shailene Woodley. Bahkan seakan nyaris berjuang sendiri menjadi poros penting film ini diatas aktor-aktor seusia bahkan lebih senior seperti Judd dan Winslet, bahkan ketika skrip itu kadang keterusan menggerus empati karakternya terhadap pendukung lain, dari hubungannya dengan keluarga, sahabat sampai sisi romance-nya yang naik turun dengan Four. Woodley menghadirkan sebuah paduan kecantikan, kemampuan fisik di adegan-adegan aksi serta pendalaman yang cukup bagus, which magically keeps the audience rooting for her. Penampilannya-lah yang akhirnya sangat berperan dalam keseluruhan ‘
Divergent’, ditambah scoring lumayan dari Junkie XL dan sejumlah adegan-adegan aksi parkour, Dauntless’ way of jumping on and off a train yang keren serta close combat fightings, membuat skrip yang serba lemah tadi bisa sedikit tertutupi.
So begitulah. While the entertaining factor-nya tetap terasa sangat kuat, where we could see the sequel inevitably coming, dan bahwa ‘
Divergent’ bukan juga sebuah adaptasi
Young Adult yang sepenuhnya gagal, sayangnya masih banyak sisi penggarapan yang membuatnya tak bisa benar-benar berdiri kuat sebagai pembuka franchise baru. Satu yang jelas terlihat adalah karir Woodley yang pasti akan semakin menanjak dengan modal besar yang dimilikinya sebagai female lead. A dauntless performance, mostly by Shailene Woodley, over a weak adaptation.